Sunday, November 17, 2019

Pilihan

Tidak memilih juga memilih, katanya.

Aku mendapat kutipan manis itu dari buku karya Leila S. Chudori berjudul Pulang. Epilog dari buku tersebut merupakan saat-saat dimana Dimas Suryo akhirnya pulang ke tanah yang paling ia kenal, Karet. Sebelum berpulang, ia menuliskan sepucuk surat untuk anak gadisnya, Lintang Utara. Dalam surat itu, Dimas mengatakan bahwa apabila Lintang memutuskan untuk tidak memilih antara Nara maupun Alam, maka itu juga masih termasuk memilih. Memilih untuk sendiri dalam sunyi.

Di sinilah aku, meratapi pilihan-pilihan dalam hidup. Semua berbaris dengan rapi di hadapanku, mulai dari yang pernah kulalui sampai yang sedang kuhadapi. Ingin rasanya aku tak memilih sama sekali. Kelemahanku ada pada segala risiko dalam hidup. Aku hanya ingin senang, ingin bahagia, tanpa deru tangis atau hanya sekadar keringat.

Namun apabila aku masih menganut pola pikir yang demikian, aku akan terus terpontang-panting dalam derasnya kehidupan. Sama seperti Dimas, terbang kesana kemari tanpa tujuan. Disaat ia mampu memilih, semuanya sudah terlambat. Ia sudah tak mampu kembali ke Indonesia. Sesaat setelah nasib selesai memilihkan pilihan untuknya, waktunya di dunia justru sudah habis. Ya, ia kembali. Namun sudah tak bernyawa. Terbujur kaku dimakan usia dan penyakit.

Tanda tanya yang masih menggerayangiku hanya satu: adakah pilihan yang tak berisiko?

—sw.