Monday, October 14, 2019

ujian

"Tuhan takkan memberikan ujian yang tak mampu dilalui oleh hamba-Nya," katanya begitu. Aku selalu berpegang teguh dengan kata-kata barusan, sampai ada satu kejadian yang menurutku tak bisa direlasikan. Kurasa menceritakan apa yang kualami—atau sebenarnya yang kudengar—ini takkan mengubah apapun. Jadi, aku hanya duduk dan menggerutu mengenai betapa tidak adilnya dunia ini.

Sekadar peringatan; kisah yang kutuang di sini bukanlah ceritaku seluruhnya.

Aku mendapat terlalu banyak kutipan dari banyak orang yang berlalu lalang di hidupku. Yang mampu kuringkas hanyalah, "Jangan akhiri hidupmu. Karena sederas apapun hujannya, sekeras apapun petirnya, nanti akan ada pelangi yang akan mengubah seluruh hidupmu. Kapan pelangi itu datang? Ya, sabar saja." Pertanyaan terbesar saat ini adalah, bagaimana jika pelangi itu takkan pernah datang, dan yang datang hanyalah malaikat pencabut nyawa yang siap mengantar nyawa menuju tempat yang seharusnya?

Aku—sempat—percaya bahwa takkan ada satu manusia yang sia-sia di dunia ini. Coba kau tanyakan aku sekarang, aku berguna untuk siapa?

Orang tuaku? Mereka tak menganggapku ada. Mungkin ada, namun sebatas bayang-bayang tak jelas.
Temanku? Mereka hanya melihat sisi bahagiaku saja. Saat mendengar sisi terpurukku, mereka hanya menatapku dan tak melakukan apa-apa.
Diriku sendiri? Aku hanyalah benalu di dunia ini. Sebatas itu.

Kali ini, aku ada di ambang hidup dan mati. Jika mereka sadar, mungkin mereka akan menahanku agar tetap bernapas. Namun, ah, persetan! Sepertinya Tuhan menyesal telah menciptakan manusia tak berguna nan merugikan seperti aku ini.

Karena katanya hidup ini hanya untuk dirimu sendiri, lebih baik aku pergi saja, kan?

No comments:

Post a Comment