setahun tanpa cahaya satupun.
setahun diselimuti dingin tanpa penghangat.
setahun ditemani seorang diri sendiri.
hingga suatu hari, aku memutuskan untuk membuka pintu. dan kurasa ini adalah langkah yang salah. amat, sangat, salah. ini berat, terlalu berat untuk kupikul.
setelah pintu itu terbuka, aku baru sadar bahwa di luar sana terlalu terang untukku. saking terangnya, aku tak mampu membedakan yang mana cahaya dari matahari, dari lampu jalan, dari senter, atau apapun itu.
setelah pintu itu terbuka, aku baru sadar bahwa di luar sana terlalu hangat untukku. saking terangnya, aku tak mampu membedakan apakah ini memang cuacanya, kebaikan dari sang mentari, api unggun di samping, atau apapun itu.
setelah pintu itu terbuka, aku baru sadar bahwa di luar sana terlalu ramai untukku. saking ramainya, aku tak mampu membedakan apakah mereka menungguku membuka pintu, hanya berkumpul belaka, hanya kerumunan biasa, atau apapun itu.
lalu terlintas dua opsi dalam otakku; tutup kembali atau terus mencari. opsi tersulit dalam hidupku. jika kembali kututup, aku akan selamanya hidup dalam kegelapan, kedinginan, dan sendirian. namun jika aku terus bertahan, aku percaya akan ada satu di antara mereka yang turut mengacak-acak hatiku yang belum selesai direnovasi.
tolong aku. haruskah aku membanting lalu terbanding atau kembali lalu sepi?
No comments:
Post a Comment